“METODE THD UNTUK MEWUJUDKAN WILAYAH BEBAS
KORUPSI”
T-H-D adalah singkatan dari beberapa kata.
“T” adalah Tafakur (contemplation),
merenung. “H” adalah hisab, muhasabah, menghisab diri (self
reflection), introspeksi, menimbang–nimbang
diri kita. “D” adalah dzikir (remembering)
mengingat hidup, mengingat Tuhan. Kegiatan Tafakur, Hisab, Dzikir kita dijalani
agar qolbu menjadi kokoh, lalu tumbuhlah iman.
Metode THD yang dikembangkan disini adalah
suatu metode yang dapat menyentuh hati dan meningkatkan keimanan. Bila hati
sudah tersentuh, sementara niat sebagai pangkal perilaku
ada di dalam hati, maka diharapkan
kesadaran untuk tidak korupsi akan muncul.
“Ingatlah bahwa dalam tubuh terdapat
sepotong daging, apabila ia baik maka baiklah badan itu seluruhnya, dan apabila
ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya, ingatlah itu adalah
hati”. (HR.
Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Tafakur alam adalah proses merenung dan
memperhatikan alam. Kita “melihat” kebesaran Tuhan di jagad raya dan sekaligus
memahami betapa kecilnya manusia. “Melihat” mungkin
awalnya dengan mata fisik. Tetapi, lambat
laun yang lebih utama adalah “melihat” dengan hati, dengan “mata batin”. Dengan
tafakur, manusia memperoleh kesadaran, eksistensi diri sebagai
makhluk Tuhan, yang harus tunduk, taat dan
berakhlaq baik. Agar manusia sadar, bahwa mereka adalah makhluk yang unik di
jagad raya. dari banyak galaksi, hanya ada satu galaksi
Bimasakti. Dari sekian bintang Bimasakti,
hanya ada satu matahari. Dari sekian planet di matahari, hanya ada satu yang bernama
bumi. Dan dari sekian planet yang ada, hanya bumi yang
dihuni manusia. Paling tidak itu yang kita
tahu. Padahal bintang-gemintang, jagad raya demikian luas, sangat-sangat luas.
Matahari kita saja bagaikan setitik cahaya di angkasa nan luas. Selain
tafakur alam, kita juga menafakuri
keajaiban yang ada pada diri manusia, mulai dari fenomena sel, fenomena
kehidupan embrio dalam rahim, fenomena kerja otak, darah, dll yang
berlangsung dalam diri manusia yang
berjalan dengan sangat teratur dan dibuat dengan sangat rumit dan teliti oleh
Allah SWT.
Allah berfirman dalam salah satu ayat-Nya:
“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit
dan bumi silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda – tanda bagi orang
yang berakal, yaitu orang yang mengingat Allah sambil berdiri,
duduk, berbaring, dan mereka memikirkan
(tafakur) penciptaan langit dan bumi, seraya berkata “Ya Tuhan kami tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S.
Ali Imron: 190-191).
Dengan menafakuri alam, kita akan “melihat”
kebesaran-Nya dengan mata hati, akan menumbuhkan ke-YAQIN-an, keimanan. Dengan
tafakur akan muncul “kesadaran”, bahwa kita adalah
makhluk yang diciptakan.
Muhasabah berasal dari kata “hisab”,
mengevaluasi diri, menilai amal ibadah. Hisab adalah proses menghitung dan
menimbang amal perbuatan diri. Qolbu kita menimbang – nimbang apa
yang kita lakukan.
“Hai orang – orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Alhasyr: 18).
Umar r.a berkata: “Hasibu
anfusakum kobla antuhasabu”. Hisablah diri kalian, sebelum
kalian dihisab, dan berhiaslah kalian untuk yaumul hisab, karena hisab pada
hari itu sangat berat bagi
mereka yang kurang menghisab dirinya.
Hisablah diri kita sebelum kita dihisab.
Putuskan untuk memperbaiki diri kita sebelum kita diputuskan, dilemparkan ke
neraka jahanam. Perbaiki diri kita mumpung batas usia masih tegak
berdiri. Mumpung nafas ini masih ada dalam
jiwa. Mumpung hari – hari masih dapat kita lalui bersama. Inilah hasil kerja
qolbu dan muhasabah. Kita menghisab diri menimbang-nimbang
diri, menyesalinya lalu tobat, beriman dan
sadar bahwa visi hidup kita sebagai abid hamba Allah yang harus ikhlas dalam
pengabdian kepada-Nya. Maka muhasabah adalah proses “Kiamat”
kecil, yaumul hisab kecil, pengadilan kecil
yang kita hadirkan secara sadar setiap hari, dimana hakimnya adalah qolbu kita
sendiri.
Dzikir adalah segala perbuatan yang
mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik berupa shalat, puasa, tasbih, tahmid,
tahlil maupun membicarakan hukum halal-haram, belajar, jual-beli, nikah
termasuk dzikir. Namun, ada kriteria untuk
dapat diterima Tuhan, yakni selama dilakukan dengan niat yang ikhlas. Dengan
dzikir kita mengingat kehidupan ini, mengingat Allah SWT,
mengingat Nabi, dan mengingat maut.
Sehingga kita tidak lupa diri, hingga hati kita semakin dekat kepada Allah,
kepada Tuhan Pencipta manusia.
Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah
kamu dengan menyebut kalimat Allah SWT, dzikir yang sebanyak-banyaknya dan
bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (Q.S.
Al-
Ahzab: 41-42).
Sesungguhnya Rasulullah SAW berdzikir
kepada Allah SWT setiap masa, setiap saat setiap ada kesempatan. Tidak pernah
berhenti menggetarkan bibirnya dan hatinya berdzikir kepada Allah
SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
segala sesuatu itu ada pembersihnya, ada obatnya. obat hati yang sakit adalah
dzikir kepada Allah.” (Al Hadits).
Dengan dzikir kita dekat dengan Allah SWT,
mengetahui arah, tujuan hidup kita di alam ini. Kita menjadi tahu misi kita,
misi hidup otentik penciptaan manusia di bumi ini. Manusia
diciptakan sebagai khalifah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S.
Adz-Dzaariyaat: 56).
Sebagai hamba Tuhan, maka manusia harus
ikhlas. Hamba Tuhan wajib memurnikan loyalitas pengabdiannya. Implementasi
sebgai khalifah di muka bumi ini, maka misi hidup manusia
adalah memakmurkan, membangun, merawat, dan
memelihara bumi. Sebagai khalifah menuntut prinsip hidup profesional dan ihsan.
Ihsan, itqon dekat dengan makna profesional. Namun,
ada kualitas yang satu tingkat lebih tinggi
dari profesional, dari profesi, yakni devosi. Devosi adalah sebuah profesi yang
dihayati dengan baik, memadukan kompetensi, expertise,
kolega,
networking dan responsibility
etika, dengan unsur niat dan ibadah. Sebentuk cara mengabdi
kepada Allah melalui jalur profesi, sebentuk kerja yang sarat unsur profetik
dan religius di
dalamnya.
Melalui proses T-H-D, qolbu yang hidup akan
menghasilkan satu nilai dasar, yakni keyakinan otentik hidup manusia IMAN. Satu
nilai dasar iman. Dari iman memunculkan kesadaran hidup
manusiawi, yakni tiga utama: 1) eksistensi
di alam sebagai MAKHLUK, 2) Visi diri sebagai ABID, dan 3) Misi hidup sebagai
KHALIFAH. Dari sini kita lalu dikokohkan tiga Prinsip Hidup, yakni:
Prinsip AKHLAKUL KARIMAH, prinsip IKHLAS,
dan prinsip IHSAN.
Hasil interaksi dari itu semua dalam hidup
dan kehidupan akan mengantarkan manusia pada kesuksesan. Mereka akan berjalan
dalam hidup ini dengan lurus dan berikrar secara jujur dalam
hati: bahwa: “Sesungguhnya
sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Kami tak akan mengingkar, dan saksikanlah bahwa aku adalah orangorang
yang berserah diri.” (Q.S.
Al – An’aam: 162).
Allah Maha Suci, dan hanya senang kepada
yang suci. Allah membenci yang kotor. Kita datang kepada Allah dengan makanan
yang haram, pakaian yang haram, hati yang kotor, apakah kita
masih berani memohon kepada-Nya?
Rasulullah SAW bersabda: “Barang
siapa membeli baju dengan sepuluh dirham, sedangkan satu dirhamnya saja dari
yang sepuluh itu haram, maka Allah SWT tidak akan menerima shalat
orang tersebut selama baju itu dipakainya.”
(HR. Ahmad).
Muhasabah sangat perlu untuk kita lakukan.
Apakah kita telah melaksanakan tugas dengan baik dan ikhlas? Bersungguh –
sungguhkah ibadah kita kepada Allah SWT? Apakah bentuk
pengabdian kita sebagai khalifah di muka
bumi? Apakah kita telah menjaga amal – amal itu dan menunaikan kewajiban kita
dengan ihsan, penuh tanggung jawab, penuh kesadaran jiwa,
ataukah kita masih lalai dan bersenda
gurau. Apakah kita mengambil hak – hak orang lain, hak yang bukan milik kita,
merampas hak petani, hak orang, hak kaum miskin, hak anak yatim.
Kita ambil hak – hak mereka, semata – mata
untuk kepentingan kita. Kita gunakan hak – hak mereka untuk membangun rumah,
membeli mobil, membeli makanan untuk keluarga, bahkan
mendermakan kepada orang lain. Naudzubillahi
mindzalik.
Kita menganggap itu bersih, halal, aman,
sehat, selamat. Tidak ada yang tahu, polisi tidak tahu, jaksa tidak tahu, irjen
tidak tahu, kita lupa bahwa Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan.
Tidak ada yang terlewatkan sedikitpun.
Catatan Allah sangat teliti. Allah yang memberi kita kekuasaan, dan Allah dapat
mencabut kekuasaan itu kapan saja. Tidak ada yang menjadi milik
kita seutuhnya. Allah berkuasa pada
manusia, Allah berkuasa terhadap jiwa – jiwa manusia.
“Wahai Sa’ad, Sahabatku, perhatikan
makananmu. Demi dzat Muhammad yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya apabila
seorang hamba makan walau hanya satu suap tetapi berasal dari
yang haram, maka tidak diterima amal
ibadahnya selama 40 hari. Siapa saja manusia yang dagingnya tumbuh berasal dari
sumber yang haram maka neraka lebih utama baginya.” (HR.
Thabrani).
Tempat kembali mereka yang mengambil hak –
hak orang lain adalah neraka, dan sesungguhnya ia seburuk – buruk tempat tinggal
bagi orang – orang yang zhalim, orang – orang yang tidak
tahu hak dan bukan hak, orang – orang yang
tidak tahu memperlakukan sesuatu dengan adil. Naudzubillahi
mindzalik.
*Disadur dari “Metode
T-H-D untuk Sukses Hidup” dan “WBK
Memberantas Korupsi dengan Sentuhan Hati” oleh Dr.
Mulyanto, M.Eng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar