KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatulllahi wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas kehadirat-Nya
yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada saya sehingga makalah
ini dapat saya selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sekali bahwa makalah ini jauh dari
ketidaksempurnaan baik dari segi bentuk penyusunannya ataupun secara
keseluruhannya. Apabila terdapat salah penulisan dalam makalah ini saya mohon
maaf yang sebesarnya karena saya juga masih dalam tahap belajar. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi.
Akhirnya, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah
sederhana ini, dan juga kepada para pembaca yang telah membaca makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang baik untuk kita semua. Amin.
Tangerang Selatan,
Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………1
KATA PENGANTAR ……………………2
DAFTAR ISI ……………………3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ……………………4
B.
Rumusan Masalah ……………………5
C. Tujuan
Penulisan ……………………5
BAB II SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL
1.Pengertian Sistem Pemerintahan
Presidensial ……………………6
2.Ciri-ciri Sistem
Pemerintahan Presidensial ....…………………8
3.Kelebihan dan
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial …....….…………...9
4.Contoh Negara yang Menggunakan Sistem
Pemerintahan Presidensial ……………………10
5.Sistem Pemerintahan Presidensial di Negara
Indonesia ……………………11
6.Mengevaluasi
Sistem Pemerintahan Presidensial ……………………14
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan ...…………………16
2.
Saran ...…………………17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap
Negara dalam menjalankan pemerintahannya, memiliki sistem yang berbeda-beda
meskipun dengan nama yang sama seperti sistem presidensial atau sistem
parlementer. Baik sistem presidensial maupun sistem parlementer, sesungguhnya
berakar dari nilai-nilai yang sama yaitu ”demokrasi”. Demokrasi sebagai sistem
pemerintahan mengandung nilai-nilai tertentu yang berbeda dengan sistem
pemerintahan lain (otoriter, dictator, dan lain-lain).
Henry B.
Mayo dalam bukunya “introduction to democratic teory” merinci beberapa nilai
(values) yang terdapat dalam demokrasi, yaitu (a) menyelesaikan perselisihan
dengan damai dan melembaga,(b) menjamin terselenggaranya perubahan secara damai
dalam suatu masyarakat yang sedang berubah,(c) menyelenggarakan pergantian
pemimpin secara teratur, (d) membatasi pemakaian kekerasan sampai taraf yang
minimum,(e) mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity),
dan (f) menjamin tegaknya keadilan.
Untuk
dapat menjamin tetap tegaknya nilai-nilai demoktatis tersebut, maka diperlukan
lembaga-lembaga antara lain pemerintah yang bertanggung jawab dan lembaga
perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengadakan pengawasan
(control) terhadap pemerintah. Dalam menyelenggarakan pemerintah yang
dilaksanakan oleh badan eksekutif, di negara-negara demokrasi biasanya terdiri
dari raja atau presiden beserta menteri-menterinya.
Suatu
sistem pemerintahan yang diselenggarakan oleh satu Negara yang sudah mapan,
dapat menjadi model bagi pemerintahan di Negara lain. Model tersebut dapat
dilakukan melalui suatu proses sejarah panjang yang dialami oleh masyarakat,
bangsa dan Negara tersebut baik melalui kajian-kajian akademis maupun
dipaksakan melalui penjajahan. Hal yang perlu kita sadari bahwa apapun sistem
pemerintahan yang dilaksanakan oleh suatu Negara, tidaklah sempurna seperti
yang diharapkan oleh masyarakatnya. Setiap sistem pemerintahan baik
presidensial maupun parlementer, memiliki sisi-sisi kelemahan dan kelebihan.
Oleh sebab itu, sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang bijak dan terdidik akan
terus berupaya mengurangi sisi-sisi kelemahan dan meningkatkan seoptimal
mungkin peluang-peluang untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara baik pada sistem pemerintahan presidensial maupun system
parlementer.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok pembahasan utama dalam makalah
ini adalah bagaimana bentuk-bentuk sistem pemerintahan presidensial. Pokok
pembahasan tersebut bisa dirinci dalam beberapa sub pembahasan sebagai berikut
:
1.
Bagaimana pengertian sistem pemerintahan presidensial?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk sistem pemerintahan presidensial?
3.
Bagaiman sistem pemerintahan presidensial
yang dianut
Republik Indonesia?
C. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat bertujuan untuk memaparkan dan
menjelaskan bentuk sistem pemerintahan presidensial secara umum dan contoh-contoh
negara yang menganutnya, serta menjelaskan sistem pemerintahan presidensial
yang ada di Indonesia.
BAB II
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL
1.
Pengertian
Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional
adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif memiliki
kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara
langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga
pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of
power) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan
yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh
Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk
masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada
presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam sistem
presidensial para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan
bertanggung jawab kepada presiden.
Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2 unsur yaitu:
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2 unsur yaitu:
·
Presiden yang dipilih rakyat memimpin
pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
·
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa
jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
Dalam sistem
presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan
pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah
kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.
Model ini
dianut oleh Amerika Serikat, Indonesia, dan sebagian besar Negara Amerika Latin.
Bentuk MPR
sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak
hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi
politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial,dan sebagai ciri
demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan
sebagai supreme power dan penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah
bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislatif. Presiden menjalankan tugas
MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR.
Sebagai
penjelmaan rakyat dan merupakan pemegang supremasi kedaulatan, MPR adalah
penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, “pemegang” kekuasaan eksekutif dan
legislatif. DPR adalah bagian MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif,
sedangkan presiden adalah mandataris yang bertugas menjalankan kekuasaan
eksekutif. Bersama-sama, DPR dan presiden menyusun undang-undang. DPR dan
presiden tidak dapat saling menjatuhkan seperti pada sistem parlementer maupun
presidensial.
Sistem
presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara berasaskan
kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Sehingga para
anggota legislatif bisa lebih independent dalam membuat UU karena tidak
khawatir dengan jatuh bangunnya pemerintahan. Sistem presidensial mempunyai
kelebihan dalam stabilitas pemerintahan, demokrasi yang lebih besar dan
pemerintahan yang lebih terbatas. Adapun kekurangannya, kemandekan (deadlock)
eksekutif-legislatif, kekakuan temporal, dan pemerintahan yang lebih eksklusif.
Secara
konstitusional, DPR mempunyai peranan untuk menyusun APBN, mengontrol jalannya
pemerintahan, membuat undang-undang dan peranan lain seperti penetapan pejabat
dan duta. Presiden tak lagi bertanggung jawab pada DPR karena ia dipilih
langsung oleh rakyat.
Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan presidensial mengandalkan pada individualitas. Sistem pemerintahan presidensial bertahan pada citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan aturan main dan memastikan janji presiden berjalan.
Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan presidensial mengandalkan pada individualitas. Sistem pemerintahan presidensial bertahan pada citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan aturan main dan memastikan janji presiden berjalan.
Pemerintahan
presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari rakyat yang akan menyerahkan
mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa menyerahkan begitu saja
mandatnya tanpa tahu apa yang akan dilakukan capres.
2.
Ciri-ciri
Sistem Pemerintahan Presidensial
Berikut ini merupakan cirri-ciri dari Sistem
Pemerintahan Presidensial, antara lain :
-
Dikepalai oleh seorang presiden sebagai
kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
-
Kekuasaan eksekutif presiden diangkat
berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui
badan perwakilan rakyat.
-
Presiden memiliki hak prerogratif (hak
istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin
departemen dan non-departemen.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
-
Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh
presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen atau legislatif.
-
Presiden tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
-
Presiden tidak dapat membubarkan
parlemen seperti dalam sistem parlementer.
-
Parlemen memiliki kekuasaan legislatif
dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
Menurut von Mettenheim dan Rockman sebagaimana
dikutip Rod hague dan Martin Harrop, sistem Presidensil memiliki beberapa ciri
yakni :
·
popular elections of the Presiden who directs the goverenment and
makes appointments to it.
·
fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither
or which can be
brought down by the other
(to forestall arbitrary use of powers).
·
no overlaping in membership between the executive and the
legislature.
Dalam keadaan normal, kepala
pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak dapat dipaksa untuk mengundurkan
diri oleh badan legislatif (meskipun terdapat kemungkinan untuk memecat seorang
Presiden dengan proses pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem parlementer
memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka pada sistem
Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang), para anggota kabinet
Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.
Menurut Duchacck perbedaan utama
antara sistem Presidensil dan parlementer pada pokoknya menyangkut empat hal,
yaitu: terpisah tidaknya kekuasaan seremonial dan politik (fusion of ceremonial
and political powers), terpisah tidaknya personalia legislatif dan eksekutif
(separation of legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak
kolektif dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective responsibility),
dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (fixed term of
office).
3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
·
Badan eksekutif lebih stabil
kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
·
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas
dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat
adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia
adalah lima tahun.
·
Penyusun program kerja kabinet mudah
disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
·
Badan eksekutif lebih stabil
kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
·
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas
dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,
masa jabatan Presiden Amerika
Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
·
Penyusun program kerja kabinet mudah
disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
·
Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan
langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
·
Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
·
Pembuatan keputusan atau kebijakan
publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga
dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
·
Karena presiden tidak bertanggung jawab
pada badan legislatif, maka sistem
pertanggungjawabannya menjadi tidak
jelas.
·
Bisa menciptakan sebuah kekuasaan yang
mutlak karena kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legislatif.
4. Contoh Negara Yang Menggunakan Sistem
Pemerintahan Presidensial
Contoh
negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika Serikat,
Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina.
Indonesia
yang menganut sistem pemerintahan presidensial tidak akan sama persis dengan
sistem pemerintahan presidensial yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan,
negara-negara tertentu memakai sistem campuran antara presidensial dan
parlementer (mixed parliamentary presidential system). Contohnya, negara
Prancis sekarang ini. Negara tersebut memiliki presiden sebagai kepala negara
yang memiliki kekuasaan besar, tetapi juga terdapat perdana menteri yang
diangkat oleh presiden untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Sebagai negara dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat. Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu.
Sebagai negara dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat. Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu.
Hal itu
didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan demikian,
sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
5. Sistem Pemerintahan Presidensial di Negara
Indonesia
Negara
indonesia adalah negara yang berbentuk republik. Pemerintahan republik adalah
suatu pemerintahan dimana seluruh atau sebagian rakyat memegang kekuasaan yang
tertinggi di dalam negara. Oleh karena itu, kadaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
a.
Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan
negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum
diamandemen tertuang dalam
Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai
berikut:
§ Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat);
§ Sistem Konstitusional;
§ Kekuasaan negara yang tertinggi di
tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
§ Presiden adalah penyelenggara
pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat;
§ Presiden tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
§ Menteri negara ialah pembantu
presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
§ Kekuasaan kepala negara tidak tak
terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia
menurut UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan. Hamper semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945
tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai
wakil rakyat. Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR,
maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia
Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di
Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem
pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002,
sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa
perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru.
Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah
dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia
adalah sebagai berikut:
§ Bentuk negara kesatuan dengan
prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa
provinsi;
§ Bentuk pemerintahan adalah republik,
sedangkan sistem pemerintahan presidensial;
§ Presiden adalah kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat
oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden
dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket;
§ Kabinet atau menteri diangkat oleh
presiden dan bertanggung jawab kepada presiden;
§ Parlemen terdiri atas dua bagian
(bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan
kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan;
§ Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh
Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga
mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan
pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem
presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia
adalah sebagai berikut:
§ Presiden sewaktu-waktu dapat
diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan
megawasi presiden meskipun secara tidak langsung;
§ Presiden dalam mengangkat penjabat
negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR;
§ Presiden dalam mengeluarkan
kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR;
§ Parlemen diberi kekuasaan yang lebih
besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, ada
perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru
tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral,
mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada
parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Bagan Sistem
Pemerintahan Presidensial di Indonesia
6. Mengevaluasi
Sistem Pemerintahan Presidensial
Republika, Rabu, 05 Januari
2011 pukul 10:08:00
Djayadi Hanan Kandidat Doktor Ilmu Politik, Ohio State University, USA; Dosen Ilmu Politik Universitas
Paramadina Jakarta, Evaluasi terhadap sistem presidensial di Indonesia
sepanjang 2010, terutama dari para pengamat, terkesan pesimistis. Sistem ini
dianggap tidak berjalan, kepemimpinan presidensial lemah, dan lembaga-lembaga
politik beserta aktor di dalamnya tersandera oleh kepentingan-kepentingan
jangka pendek. Penilaian semacam ini, meski banyak benarnya, terkesan kurang
utuh. Salah satu masalahnya adalah kurang jelasnya kerangka evaluasi yang
digunakan.Kerangka evaluasi yang tepat setidaknya mengandung tiga aspek.
Pertama, tingkat ketegangan hubungan eksekutif (presiden)
dan legislatif. Kedua, stabililitas demokrasi selama pemerintahan berlangsung.
Dan ketiga, tingkat pencapaian agenda-agenda pemerintahan, terutama pembuatan
undang-undang. Meski masih bersifat umum, kerangka ini memungkinkan kita
melakukan penilaian secara lebih menyeluruh sehingga gambar yang kita peroleh
tidak semuanya bernuansa pesimistis.Kasus dana talangan Bank Century merupakan
puncak ketegangan yang terjadi antara Presiden dan DPR sepanjang 2009-2010.
Dari awal, kedua pihak bersikukuh pada sikap masing-masing. Kegagalan Presiden
menjaga soliditas koalisinya berakhir dengan keputusan DPR yang menyalahkan
kebijakan tersebut. Di sisi lain, Presiden tetap berkeyakinan bahwa kebijakan
itu benar dan penanggung jawab langsungnya Menteri Keuangan
Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono
(ketika itu–Red) tidak dapat disalahkan. Kasus Bank Century menciptakan kondisi
yang potensial untuk menjadikan hubungan Presiden dan DPR terkena gridlock
(jalan buntu). Karena, periode pemerintahan Presiden tidak bergantung pada DPR,
Presiden dapat saja mengabaikan DPR dan beralih pada berbagai perangkat
konstitusional yang dia miliki untuk menjalankan pemerintahan. Sebaliknya, DPR
dapat terus menghasilkan keputusan-keputusan yang menghalangi kebijakan
Presiden. Hasilnya adalah jalan buntu. Presiden dan DPR tidak dapat bekerja
optimal, tetapi keduanya baru bisa diganti pada saat jadwal pemilihan umum
tiba. Akan tetapi, ketegangan legislatif-eksekutif akibat kasus Bank Century
tidak membawa akibat lebih jauh berupa gridlock di antara keduanya. Pascakeputusan
DPR, Presiden ternyata berhasil melakukan konsolidasi koalisi. Sistem kerja
koalisi bahkan lebih teroganisasi dengan terbentuknya sekretariat gabungan
(setgab). Pada saat yang sama, Presiden mengambil jalan kompromi soal kedudukan Menteri Keuangan. Sri Mulyani diganti dan secara
politik kasus Bank Century selesai. Presiden dapat meneruskan kembali
agenda-agendanya bersama DPR hingga menjelang berakhirnya tahun 2010 lalu. Ada
dua jenis ketegangan yang dapat mengancam stabilitas demokrasi. Pertama, ketegangan
vertikal antara pusat dan daerah. Dan kedua, ketegangan horizontal baik di
tingkat masyarakat maupun pemerintah (antarlembaga negara) termasuk antara
eksekutif dan legislatif. Di tingkat masyarakat, masih terjadi ketegangan
antarkelompok agama. Contoh yang menonjol adalah kasus Ahmadiyah. Namun,
tingkat ketegangan inipun tidak sampai mengancam stabilitas demokrasi. Meski mendapat kritik dari berbagai pihak, pemerintah bersama
aparat penegak hukum relatif berhasil menangani kasus-kasus seperti ini. Yang
potensial mengancam stabilitas demokrasi adalah kasus RUU Keistimewaan
Yogyakarta. Kasus ini menarik perhatian karena terkait dengan redefinisi
hubungan pusat dan daerah serta redefinisi hubungan historis antara negara dan
kelompok masyarakat (Kesultanan Yogyakarta). Perdebatan terjadi di dua tingkat
sekaligus: tingkat konseptual soal makna demokrasi; dan tingkat empiris soal sejarah dan fakta politik di lapangan. Kasus ini mudah
menjadi pemicu ketegangan yang tinggi antara pusat dan daerah.Melihat perkembangan
kasus ini, tampaknya tidak akan terjadi ketegangan yang berakhir dengan jalan
buntu. Sikap para elite, terutama Presiden dan Sultan lebih mengarah kepada
sikap akomodatif/kompromi. Partai-partai di DPR lebih banyak yang memiliki
sikap berpihak kepada masyarakat Yogyakarta ketimbang sikap pemerintah.
Walhasil, stabilitas demokrasi secara umum tidak akan terganggu. Kinerja
pemerintahan, terutama legislasi, masih rendah dan sering menjadi sorotan serta
kritik dari masyarakat. Meski secara formal kewenangan legislasi dimiliki DPR,
dalam praktiknya legislasi merupakan proses dan produk bersama DPR dan
Presiden. Karena itu, kinerja legislasi bermanfaat untuk mengukur kinerja
pemerintahan.Kritik yang paling tajam tertuju pada dua hal. Pertama, kinerja
kuantitatif. DPR dan pemerintah menyepakati 70 RUU untuk Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) 2010. Namun, hanya delapan di antaranya yang selesai
dibahas. Terlihat bahwa kinerja legislasi pemerintahan rendah karena tingkat
pencapaiannya hanya sekitar 10 persen. Kedua, sikap/tingkah laku dan strategi
elite pemerintahan. Di tingkat eksekutif, Presiden banyak disoroti soal
penanganan berbagai bencana yang dinilai lamban dan terkesan hanya membangun
citra. Polemik seputar komentar Presiden tentang monarki dalam konteks
pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta juga menonjol. Di tingkat DPR, sikap dan
strategi para elite juga mendapat sorotan tajam. Sebastian Salang dari
Formappi, misalnya, menyatakan bahwa DPR banyak melakukan blunder terutama
pascakasus Century. Usulan-usulan legislasi DPR tentang dana aspirasi, dana
desa, rumah aspirasi, rumah dinas, sampai pembangunan gedung baru yang
mencitrakan DPR tidak berpihak kepada rakyat, dinilai sebagai bagian dari
berbagai blunder tersebut.Rendahnya kinerja pemerintahan, terutama di bidang
legislasi ini, tentu tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan sistem
presidensial. Rendahnya tingkat pencapaian pembahasan RUU, misalnya, tidak
disebabkan oleh kesulitan membangun kompromi antara DPR dan Presiden, melainkan
terkait langsung dengan kapasitas kelembagaan. Isi Prolegnas lebih banyak
berupa daftar keinginan (wish list) daripada rencana
program yang matang. Sebagai contoh, dari 34 RUU yang diusulkan pemerintah
saja, hanya sembilan yang sudah berupa draf lengkap. Walhasil, evaluasi ringkas
terhadap tiga aspek kerangka yang saya sebutkan di atas menunjukkan potret
campuran (mix) dari kinerja sistem presidensial multipartai di Indonesia.
Gambar besarnya mengindikasikan bahwa sistem ini berjalan. Demokrasi tetap
stabil, dalam pengertian tidak ada kebuntuan yang
berarti dalam hubungan eksekutif dan legislatif. Namun, gambar lebih detailnya
menunjukkan kinerja pemerintahan yang masih rendah. Hal terakhir ini tentu
perlu ditelusuri lebih jauh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya
lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain
menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam
suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif,
birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau
unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi
dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem
pemerintahan presidensial didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif
dan legislatif. Dalam sistem presidensial, badan eksekutif berada
diluar
pengawasan legislatif.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga
negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem
pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip
yang berbeda.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai
banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat
lah penulis harapkan terutama dari bapak dosen pembimbing demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua
dan menambah wawasan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_presidensial, diakses 02 Desember 2012.
http://4techna.blogspot.com/2012/06/pengertian-serta-penjelasan-sistem.html, diakses 02 Desember 2012.
http://ronnytriasmara.wordpress.com/2012/04/17/sistem-pemerintahan-presidensial/, diakses 02 Desember 2012.
http://www.gudangmateri.com/2011/05/sistem-pemerintahan-presidensial.html, diakses 02 Desember 2012.
http://hipni.blogspot.com/2012/07/sistem-pemerintahan.html, diakses 02 Desember 2012.
http://berbagi-ilmu-sosial.com/2012/07/sistem-pemerintahan-presidensial.html, diakses 02 Desember 2012.
http://pranasmara.blogspot.com/2012/05/pengertian-serta-penjelasan-sistem.html,
diakses 02
Desember 2012.
mohon izin untuk di copy
BalasHapusoh ya bagimana cara membuat blog dengan gampang ???
BalasHapusLihat disini aja
Hapushttp://takimama.blogspot.com/
Makasih ya postingan ini
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMohon izin untuk di copy,,
BalasHapus